Senin, 28 April 2014

"Tab Gue Manaaaaa?"

Halohaa. Setelah postingan sebelumnya membahas mengenai sejarah, ada yg penasaran ga sih? Kenapa tiba-tiba saya nulis tentang sejarah?
*setelah sedikit belajar untuk praktikum parasitologi besok, saya kembali menulis. Awalnya ga mau belajar, tapi berhubung kata-kata ummi terus membayangi "biarpun sibuk sama aktivitas non-akademik, jangan lupa belajar ya, Kak" akhirnya saya menyerah dan mencoba untuk belajar dulu*

Jadi ceritanya, tadi siang sekitar jam 2, hari Minggu tanggal 27 April 2014, FLP mengadakan kelas menulis dimana kelas ini wajib dihadiri oleh FLP-ers angkatan 2014. Dan, sebagai anak baru yang rajin dan tidak sombong juga rajin menabung, jam dua kurang dikit, saya sampai di Taman Putroe Phang, tempat kami janjian untuk bertemu. Dan saya beserta Kak Riska jadi peserta ketiga yang sampai. Heheh, rajin kan kita B)


Teriknya siang tak menghalangi semangat para FLP-ers untuk menjelajahi salah satu sejarah di kota Banda Aceh. Uhhh... setelah puas menikmati (dan tidak lupa foto-foto) Gunongan dan sekitarnya, saya dan juga yang lain langsung menghampiri sebuah kedai yang menjual minuman.
Hemm.. Ada teh, soda, jus, ah ambil air putih aja, lebih sehat ^^9
Selesai minum saya dengan semangat langsung ngikutin Ibu Ketua FLP dan Ibu Kepala sekolah yang udah teriak-teriak ngajak kita masuk lagi ke Taman Putroe Phang. Dan saya, langsung ngikutin Ibu-ibu itu masuk tanpa menyadari, sebelah tangan saya yang awalnya memegang sesuatu, sekarang kosong.

Saya terus masuk ke dalam dan terus berjalan bersama  teman-teman yang lain. Kak Vivi yang tadi duduk disebelah saya belum juga beranjak, pun dengan kak cut dan kakak imut (lupa namannya *temen durhaka) masih beristirahat dan mengumpulkan energi. Sedangkan saya sudah loncat-loncat sana-sini (jalan aja loncat-loncat) ngikutin 'Ibu' kami. Ketika hendak menyebrangi sungai (baca: mau melewati jembatan), tiba-tiba ketiga kakak yang saya sebutin namanya tadi, kak vivi, kak cut dan kakak imut manggil saya.
"Hilwaaaa.. tolong fotoin kami lah" mereka bertiga tersenyum gembira, bersiap memasang pose paling cantik.
"Ahaha, o.." belum selesai berkata untuk mengiyakan, senyum lebar saya pudar, dan langsung berubah jadi keringat dingin. "Mak! TAB GUE MANAAA?" Saya menjerit sekencang-kencangnya, dalam hati tapi. Sedangkan yang keluar dari mulut cuman "eh.. eh.." saya melihat kedua tangan saya. Yang satu megang botol air mineral, yang satu lagi... Kok kosong? Tab yang sedari tadi menemani saya untuk mengabadikan momen langka kami di Gunongan mendadak lenyap.

Kutukan-kutukan Mak Lampir selanjutnya keluar dari pikiran saya "ya ampun, waaa.. tag segede gitu bisa ilang? Emang dasar cerobohnya ga ilang-ilang dari jaman gigi masih ompong" "nah lo, mau diapain ama Abi kalo tab nya ilang? Hayolohhh" "ehhh.. gimana sih, mentang-mentang belinya pake duit orang lain, jadi ga dijaga barangnya". Ahhh.. saya mendadak gak semangat. Kutu loncatnya kena hama.

"Eh, kenapa wa? Mana tab nya? Keluarin lah.. kami mau di foto pake tabnya hilwa. Kan enak tuh, terang trus gede" kak acut  senyum-senyum, dan di -iya- kan oleh dua kakak lainnya.
"A.. ahh.. ahh.. kakak.. kak...." saya gatau harus ngomong apa.
Ketiga kakak yang tadi minta di foto mendekat. "Kenapa wa? Fotoin lah.. mana tab nya?"
"Tab nya kakak simpen ya? Tabnya gaada" hahaha, atas dasar apa saya tiba-tiba bilang kalo kakaknya yang nyimpen tab saya.
"Apa? Mana ada? Tab nya hilang wa? Di dalam tas mungkin" kak Acut langsung buka tas saya dari belakang. "Engga, pasti gaada di tas kak, Hilwa ga buka tas dari tadi" saya berusaha keras mengingat, semakin diingat semakin pusing. "Dimana tadi terakhir pegang?" Kakak Imut nanya.
"Kayaknya waktu sama Kak Vivi tadi ya?"
"Hah, gaada, Hilwa ga nitip tab sama kakak" Kak Vivi dengan cepat menyanggah.
"Iya memang aku ga nitip ke kakak, kayaknya pas di kedai deh" memori saya mulai terbuka
"Atau gak, coba kita bilang Kak Nuril ya, siapa tau peserta lain ada yang nyimpen" saran kak Vivi.
"Enggakkkkk.. jangan, jangan, nanti jadi pada heboh ngurusin tab aku" saya dengan spontan menolak. Jangan sampe gara-gara saya, semua FLP-ers jadi heboh. Nggak, itu nggak banget.
"Yaudah yuk, kita izin ke Kak Nuril buat balik lagi ke Kedai dan cari tab nya Hilwa. Sayang loh, tab nya"
"Enggakkk.. jangan itu sama aja. Nanti ketauan, trus heboh" saya kembali menolak usul mereka. Awalnya saya curiga kakak-kakak ini yang nyimpen tab saya, tapi.. ekspresinya.. kayak nggak nyimpen apapun..
Yah, saya pasrah (memang kebiasaan, kalo ada barang hilang, saya panik sejenak, kemudian memasrahkan diri)
"Yaudah kak, kita kesana dulu aja" aku menunjuk teman-teman kami yang lainnya yang sudah duduk melingkar dengan rapi. "Nanti setelah nulis, kita balik ke kedai yang tadi"
"Yakin, Wa? Gak mau balik sekarang?"
"Enggakk.. enggakk.. jangan". Ini salah saya, dan jangan sampe orang-orang tersibukkan cuma gara-gara hal sepele kayak gini.
Ya, di jalan menuju lingkaran para calon penulis itu, ketiga kakak yang baik hati menepuk-nepuk pundak saya. Wajah saya, saya kondisikan setenang mungkin walau jantung berdetak sejuta kali lebib kencang *lebaydotkom

Kami duduk manis di lapisan kedua lingkaran. Mendengar instruksi dari Kak Nuril dan Kak Ade. Kak Cut duduk tepat di sebelah kiri ku. Ditengah instruksi tiba-tiba Kak Cut meletakkan kedua jari telunjuk dan jari tengahnya di pelipis kanan dan kirinya. Dengan dahi mengernyit, Kak cut berkata "hemm.. kayaknya tab nya ada di dekat sini". "Kakak, jangan gitu lah.." saya berusaha tetap mendengarkan Instruksi walau pikiran melayang-layang entah kemana. Membayangkan resiko-resiko yang akan saya hadapi jika tab tersebut benar-benar lenyap.....

Beberapa menit sebelum Kak Nuril dan Kak Ade selesai berbicara, Kak Cut mencolek bahu saya. "Wa, wa.. coba liat dulu, kalo tab nya hilwa kayak gini bukan?" Kak Cut membuka tas nya, diiringi dengan senyum jahil dari Kak Vivi dan Kakak Imut. Dannn... yaAllah, kemudian muncullah sosok biru muda mempesona diantara buku dan dompet Kak Cut. Mata saya langsung cling-cling berbinar melihat makhluk mungil itu.
"Aahhhhh.. Kak Cuttt.. Makasih yaa.. Kak Vivi juga, Kakak Imut jugaa.." sedetik kemudian saya mencium takzim tangan ketiganya.
"Makanya wa, jangan ditaro sembarangan. Tadi bapak kedainya tanya sama kami, itu tab siapa yang ketinggalan. Akhirnya kami langsung susun rencan untuk ngerjain hilwaa.. ahahaha" Kak Vivi ketawa seneng, dua Kakak lainnya ikutan ketawa. Rencana mereka sukses. Saya kembali membalas dengan terima kasih. Gak tau gimana jadi nya kalau tab itu benar-benar lenyap.


Dan alhamdulilah, malam ini dengan tab di sisi, saya akan bisa tidur dengan tenang setelah memindahkan kamera Abi di ujung kasur kedalam lemari kaca. Kenapa? Karena sebelumnya, berbulan-bulang yang lalu saya sukses menjatuhkan kamera yang awalnya ada di sisi ujung kasur, jatuh ke lantai. Bukannya tidak punya efek, saat itu UV Filter kamera pecah! Saya panik, saya kira lensanya yang pecah. Jantung rasanya mau keluar saking terlalu kencang berdetak. Lensa ini pasti mahal banget, saya punya uang dari mana untuk gantiin lensanya? Otak saya udah mikirin cara cari uang paling cepat.

Tapi ternyata setelah saya konsultasikan dengan Teh Fini, dan saya coba jeprat-jepret pake kameranya, ternyata kameranya masih bisa dipake untuk memfoto objek. Berarti bukan lensanya nih yang pecah. Dan.. jengjenggg.. setelah masa identifikasi dan penantian yang lama. Bales-balesan line sama Teh Pini, hasil identifikasi menunjukan bahwa yang pecah adalah UV Filternya. Oke, sebagai anak sulung yang baik dan bertanggung jawab, saya pergi ke Hermes Mall dan mencari toko kamera.

Wuihh.. ternyata mahal juga harga UV Filter. Mana yang persis sama kayak punya Abi gaada lagi. Akhirnya, dengan berharap ridho Allah, dan berdoa supaya Abi nggak sadar kalo UV filternya udah diganti *wish* saya beli UV Filter yang baru, dan kemudian terpasang dengan cantik di kamera hingga detik ini.
Akhirnya, sampai hari ini, berita ini masih jadi rahasia antara saya dan Abi. Sttt.. ini rahasia kita juga ya, jangan bilang-bilang ke Ummi, atau Abi ;)

1 komentar: