Jumat, 15 Agustus 2014

The Real 'Kantor Pengadilan'

Seharian kemarin ternyata gue harus nyangkut ikutan ke sana-ke mari, ngikutin om dan mak cut (Tante) gue, gegara gue memutuskan untuk ikut naik mobil mereka, ga pergi sendiri naik motor ke pengadilan tadi pagi. Seharian gue udah sampe ke Ulee Kareng, trus ke Pante Riek, lurus lagi ke toko Mak Nda (tante) gue di Pagar Air, ke kantor Taspen yang depan kantor walikota, ke Pasar Aceh lagi gegara Mak  cut gue nyari sepatu, ke rumah Yah wa (om) di Lampaloh, terakhir makan ikan bakar di pinggiran sungai Lamnyong. Huft lelah juga tapi, dari siang rasanya aer wudhu pengen ditelan aja, hoho becanda, batal dong entar -.-
***
"Kak iwa, ikut yuk ke pengadilan,
jam delapan kita pergi! Biar kak iwa tau, sekali-kali liat pengadilan. Jangan taunya kampus aja. Biar ada pengalaman hidup" pagi-pagi Mak cut ngajakin gue ke pengadilan saat gue lagi berusaha meng-engkol motor di teras rumah
(yang akhirnya gue gagal ngidupin motor pake engkol  karena tiba-tiba abang yang mau nganterin ade sepupu gue ke sekolah nongol di pintu pagar. Otomatis gue langsung meninggalkan engkol motor dan nge-starter motor, trus ngibrit ke dalem sebelum si abangnya sampe ke teras rumah)
Hmphhh.. Pengadilan ya? Huahh pengen banget ikutann.. Gue sebelumnya sama sekali ga pernah ke pengadilan. Paling jaman dulu pas suka nontonin gosip di tv, ngeliat artis bolak-balik ke pengadilan buat cerai atau ga palingan ke pengadilan mainan di Kidzania pas SMP dulu. Jadi penasaran banget, bagaimanakah pengadilan yang sebenarnya?
Akhirnya dengan berat hati, pagi itu gue izin tahfidz ke temen gue yang udah nyampe ke Masjid Oman duluan (soal tahfidz ini, nanti kita ceritain ya), dan langsung ganti kostum buat ke pengadilan.
Ngapain sih ke pengadilan? Ngikut doang, nemenin om gue yang mau di sidang pagi itu. Kalo kata mak cut sih, "gantiin ummi sama abi yang gak bisa datang ya, Wa". Hem.. Baiklah.
Jadi om gue ceritanya harus disidang karena difitnah sama orang lain. Padahal om gue orang baik banget, ga bohong deh. Dokter juga, pernah jadi dokter teladan nasional, lo bayangin aja gimana coba. Gua ampe ikutan sedih banget. Ada ya orang tega ngefitnah gitu. Eh, udah gausah bahas gituan.
Kalo cerita om gue yang ini, gaada abisnya. Baik beuddd, trus paling seneng sharing tentang penyakit-penyakit gitu, atau gak ngejawab pertanyaan-pertanyaan gue. Pas gue nginep di rumahnya aja, diajakin ikut praktek di tempat praktek om gue, sambil dijelasin tentang penyakit pasiennya, berasa jadi dokter muda di rumah sakit gue malem itu.
***
Jam 8, om gue, mak cut, cicik (kakek) dan gue berangkat dari rumah. Sebelum gue masuk mobil, om gue nanya "kak iwa, apatuh doanya yang Rabbisy abis tu apa? Yang terakhirnya yafqahu qauli" hem, gue tersenyum. Ya oke, sifat alamiah manusia, merasa butuh sama Tuhannya memang selalu ada, dan terbukti banget itu tuh.
Dengan semangat, gue melafalkan do’anya nabi Musa, as ketika berhadapan dengan Fir’aun. “Rabbisy rahli shadrii, wa yassir li amri, wahlul ‘uqdatam millisaani, wafqahu qauli” trus gue bacain artinya karena beliau nanya artinya. “artinya bagus kali (bagus banget) ya ternyata”  komentar om gue setelah gue bacain artinya. Cicik ikut meng-iya-kan dan dilanjutkan dengan nasehat-nasehat supernya yang ga kalah super sama Mario T***h.
Jam 8 lewat kita sampe ke pengadilan. Ohh ini dia ternyata pengadilan.. baiklah.
Nyak mi (Tante (juga)) sampe ke pengadilan bersamaan ketika mobil kami masuk ke gerbang .
Tapi kata mas resepsionisnya, sidang akan dimulai jam 10.  Yak bagus, masih 2 jam lagi.
Kami berlima menunggu di tempat menunggu. Gue ga bilang ini ruangan karena memang bukan ruangan. Tempatnya terbuka tanpa pintu. Ada 2 kursi panjang di sana dan di depan kursi tersebut ada dua ruangan penjara. Yang satu untuk wanita. Yang satu untuk pria.
Demi melihat penjara secara langsung, mata gue terbelalak. Excited tingkat tinggi. Penjaranya kosong.  Pelan-pelan gue buka pintu penjara yang nggak kekunci itu. Trus gue masuk dan nutup pintu penjara. Gini ya rasanya di penjara. Nudzubillah, gue merinding sendiri. Cuman ada ruangan kosong, 2 kursi panjang dan satu kamar mandi, serta sebuah pintu berjeruji.

Ruangan penjara dilihat dari depan. (sumber: dokumen pribadi)
Didalam pendajara. (sumber: dokumen pribadi)

Setelah puas nge- tawaf di dua penjara, gue keluar dan ikut duduk di samping mak cut. Abis ngotak-ngatik tab dan hp, gue akhirnya murojaah dan tilawah, supaya om gue bisa lebih tenang. Kan dengan berdzikir, hati kita menjadi tenang J
Sekitar  jam setengah sebelas, suara mobil besar terdengar dan.. satu petugas masuk ke tempat kami nunggu. Petugas itu nge buka pintu penjara wanita, memastikan  sesuatu. Pun melakukan hal yang sama ke penjara laki-laki.
Dan gak lama, belasan laki-laki berpakaian biasa, dateng dan… masuk ke dalam penjara. Gue tercekat, spontan berhenti tilawah dan mengamati mereka. setelah mereka masuk, pintu dikunci. Tahanan perempuan hanya ada satu orang, juga diperlakukan hal yang sama. Di belakang mereka ada polisi yang megang pistol panjang. Seram kali, Wak! *ala Aceh*
Ternyata, mereka adalah tahanan yang mau disidang hari itu.
Gak butuh waktu lama sampe tempat tunggu itu dipenuhi keluarga dan kerabatnya para tahanan. The point is keluarga memang terbukti ‘lebih setia’ dibandingkan temen-temen sendiri. Makanya, jangan suka durhaka sama keluarga. They are your everything :’) hiks jadi kangen si bontot.
Satu per-satu dari mereka kemudian memakai baju tahanan dan keluar menuju ruang sidang. “Huft, curang banget, masa kita yang duluan nyampe, eh malah mereka yang duluan disidang” hahaha baiklah, gapapa kok.
Jam 11 kurang sepuluh menit waktuIndonesiabarat giliran kami masuk ke ruang sidang. Ternyata, mau sidang di pengadilan harus ngantri ya. Bayangin se-bosan apakah para hakim?
***
Pertama, let me tell you, bagaimana penampakan ruang sidang? Ruangannya kotak, seperti biasa. Duduk di depan, ada tiga orang hakim dan satu panitera pengganti. Di tengah terdapat satu kursi untuk orang yang mau disidang (berhadapan dengan hakim), di sebelah kananya ada penasehat hukum dia (yang bakal ngebela dia) dan di sebelah kirinya ada penuntut (yang menuntut dia). Dan dibelakang  si ‘objek’ sidang ada banyak kursi panjang yang berjejer rapi dengan dibatasi pagar pendek. Di situlah tempat gue, cicik, nyak mi dan mak cut duduk. Om gue? Di kursi tengah dong. Pengacara om gue di sebelah kanannya.
Kedua, proses sidang. Sebelum masuk ke ruangannya, hp harus di non-aktikan atau di­-silent­  dan kalau sudah msuk ke dalam, jangan harap bisa ngobrol. Sudah ada petugas yang siap menegur kita kalau-kalau ada suara dari kursi ‘penonton.
Ngeliat itu petugas, gue jadi keingetan waktu kita OSPETA (OSIS-nya SMA Al-Kahfi) ngejagain di pintu-pintu dan pojokan masjid supaya anak-anak ga pada ribut. Hohoho..
Sidang kemarin dijadwalkan hanya untuk mendengar gugatan. Maksudnya? Ya kita datang cuman untuk mendengar, apakah gerangan sesuatu yang membuat om gue duduk di kursi panas pengadilan itu.
Sidang dibuka dengan tiga kali ketukan palu.
Sebelum mendengar tuntutan, hakim memeriksa identitas orang yang duduk di hadapannya, kemudian memastikan bahwa yang duduk di sebelah kanan  si ‘objek’ sidang adalah benar penasehat hukumnya. Baru setelahnya tuntutan dibacakan oleh penuntut.
Di saat gue dan mak cut serius berusaha mendengarkan si penuntut (yang ngomongnya rada cepet dang a jelas gitu)yang membacakan berlembar-lembar tuntutannya, di saat semua penonton deg-deg an, maka gue ketika gue ngeliat ke salah satu hakim.. oh, pak hakim nya ternyata sedang  memejamkan mata dengan tangan yang sedikit digerak-gerakkan  di dagunya.
Huft, bapak hakimnya ngantuk, mungkin sudah terlalu terbiasa menjalani sidang, nggak seperti kami yang baru pertama kali ikut sidang, jadi bener-bener konsentrasi ngedengerin si penuntut nya.
Gue juga akhirnya ikutan bosen. Karena gue duduk di ujung, maka diam-diam gue buka tas dan maen hape sambil ngeliat-liat ke si petugas.” Maapin aye ya, Pak petugas. Noh pak hakim aja yang ditegur duluan.”
Selesai mendengar tuntutan, hakim akan member kesempatan kepada penasehat hukum untuk berbicara sebelum akhirnya hakim ketua mengetuk palu sebanyak satu kali tanda sidang telah selesai.
Karena jadwal sidang hari ini Cuma mendengarkan tuntutan, jadilah hanya dalam waktu setelah setengah jam, sidang selesai. Sebenernya istilahnya bukan ‘sidang selesai’ tapi, ‘sidang ditutup dan akan dilanjutkan minggu depan’. Agenda sidang minggu depan adalah mendengarkan kesaksian dari saksi.
K,eluar dari ruangan sidang, gue dapet tugas baru. Membawa tas yang isinya berkas yang beratnya super. Oh, gue langsung merasa penting dan harus dilindungi dari ancaman para mafia yang mau nyuri berkas-berkas data punya om gue *plak!
Baiklah, sudah larut. Sekian dan terimakasih. Semoga bermanfaat *tutup laptop*

Darussalam,

Aug 15th 2014/frid

2 komentar:

  1. yayaya!!
    thank udah bantu angkat berkasnya!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yoyoyo!!
      Sama sama yaaa!!
      Makasih juga sudah berkunjung ke blog kak iwa, Pal :)

      Hapus