Sabtu, 10 Januari 2015

Al-Kahfi dan Halaqoh

Selain tahfidznya yang dua kali sehari, terkadang hal lain yang kurindukan dan kukenang dari asrama kami adalah kemudahan untuk pergi halaqoh atau bahasa melankolisnya adalah.. lingkaran cinta.
Berbeda dengan kondisi di luar asrama yang kalau halaqah harus naik motor kadang sampai ke ujung kota *lebay ga sih? :3 tapi beneran, jauh.
Di asrama, perjalanan menuju tempat halaqah hanya sekedar keluar kamar dan duduk di aula yang sebelahan sama kamar, atau sekedar menyeberang ke saung di depan kelas atau bahkan hanya berpindah dari belakang kelas ke depan kelas. Sejauh-jauh tempat halaqah adalah pergi ke rumah murabbi yang letaknya di area asrama ikhwan, sejauh-jauh tempat inilah yang dulu sebagai santri, paling kami tunggu-tunggu *gagal fokus

Kemudian di sini, ya walaupun aku tak pernah menegeluh atau bahkan menyesali atau menggerutu akan perjalanan ke tempat halaqah yang tak se-simpel dulu dan bensin yang habis lebih banyak, karena ternyata jauhnya perjalanan membuatku menyelesaikan almatsurat sore atau menyelesaikan beberapa halaman Al-Quran. Pahalanya dobel kan? Pahala menuntut ilmu dan dzikir. Memang tak ada kondisi yang harus di sesali, kesemuanya pastilah menuai hikmah.

Ya walaupun tak pernah mengeluh, hanya saja, dalam perjalanan pergi dan pulang, selalu mengingatkanku pada sebuah 'goa' di kaki Gunung Salak dan Gunung Gede. Selalu. 

Kemudian membuatku bersyukur pernah bertapa selama 6 tahun di sana.
Ah, sudah berapa lama tak betandang ke sana? Baru 15 bulan kurasa. Namun rindu tak terperikan lagi, berdesakan ingin dikeluarkan.

Wahai goa dan seisinya yang nun jauh di kaki gunung sana, ada seseorang yang selalu mengingatmu di sini, di ujung barat negeri kita.
Oman Masjeed, Lamprit.
Jan 10th 2015. 7:31 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar