Kamis, 30 Oktober 2014

Kita dan Ovum


“Menjadi wanita adalah seperti ovum. Ia-nya memiliki  perlindungan yang berlapis-lapis. Terjaga”  
Memang, terkadang kita dapat mengambil pelajaran pada sesuatu yang ternyata amat dekat dengan diri kita.
***
Lihat, betapa 'tebal' nya lapisan ysang mengelilingi sel ovum? Lapisan yang tak goyah meski jutaan sperma menghampiri




Hap.
Aku terpana. Gambar proses penetrasi yang awalnya terlihat biasa, menjadi begitu spesial setelah dosen di depan mengucapkan kata-kata barusan. Begitu bermakna dalam pikiranku. Terhujam.
“dan..” lanjutnya lagi, “setelah ada satu sperma yang berhasil menembus dindingnya, kemudian ia terkunci. Tidak menerima sperma mana-pun lagi.”
Setelah ada yang berhasil masuk, ia akan terjaga. Selamanya.
Selanjutnya, kuliah patologi anatomi tentang kehamilan menjadi fokus kedua. Dua kalimat yang baru saja disampaikan menyita fokus utama.
***
Ah, bener bangetttt.. ya kan?
Mari kita cerna satu per-satu.
“ia nya memiliki perlindungan yang berlapis-lapis untuk jutaan sperma yang menghampiri ”
Layaknya ovum, kita juga harus punya perlindungan yang berlapis. Sepertinya bukan harus, tapi memang sudah seharusnya.
Kalau mau mengamati, lihatlah pada lingkungan sekitar, semua hal yang ‘tertutup’ pasti memiliki nilai yang lebih. Pulpen dan tutupnya, mutiara dan cangkangnya, bumi dan atmosfernya, banyakkk lagi.
Dan lagi, INGAT! bukan hanya fisik yang tertutup. Namun juga hati.
Bukan hanya membentengi diri dalam dunia nyata, namun juga dunia maya.
Jangan mau bales-bales sms modus atau gak penting dari ikhwan modus. Gue sih, no! seriously, gue paling anti sama sms ga jelas, boro-boro dibales, langsung gue hapus :’)
Ya intinya gue mau bilang, kalo sebenarnya melindungi diri kita dengan berlapis perlindungan itu, bukan harus, tapi emang kita butuhin! Prove it, sist! Oke? Jaga diri sampe ‘si dia’ bener-bener officially bin resmi halal buat lo. Bahkan saat hampir selangkah lagi menuju ‘pintu kepastian’, harga diri kita tetap harus terjaga. Berlapis-lapis.
Hati-hati dengan lapisan ini, sekalinya terbuka, ia akan sulit untuk kembali ditutup rapat seperti aslinya. Buktinya? Banyak, cari aja disekitar kita. Bahkan mungkin terkadang bisa ditemukan dalam diri kita sendiri.
***
Kalimat sakti kedua,
“ketika sudah ada satu sperma yang berhasil menembusnya, maka ia mengunci dirinya untuk sperma mana-pun”
Ada satu kata yang muncul saat menulis ini. “poliandri”. Em, baiklah.. kita perlu bersyukur karena poliandri memang sangat tabu dalam kehidupan sehari-hari masyarakat kita.
Yang jelas, kalimat kedua juga memberi makna kesetiaan yang dalam kalo menurut gue sih. Halah apaan dah..
Ya gitu, yuk coba di cerna, diserap, dimaknai tulisan gue yang sederhani bin sederhana ini.
Semoga bermanfaat!
‘Rumah baru’, okt 30th 2014


Tidak ada komentar:

Posting Komentar